SELEBRITALK - Perseteruan hukum antara musisi senior Keenan Nasution dan penyanyi Vidi Aldiano membuka diskusi lebih luas soal transparansi dan keakuratan metadata di platform musik digital. Poin penting mencuat bukan hanya soal izin membawakan lagu, tetapi juga siapa yang terdaftar sebagai pencipta dalam sistem digital yang kini menjadi sumber utama pendapatan royalti.
Daryl Nasution, putra Keenan, menyoroti dugaan kesalahan pencantuman nama pencipta lagu “Nuansa Bening” dalam metadata versi yang diunggah oleh VA Records, label milik Vidi Aldiano, di Spotify. Lagu yang seharusnya mencantumkan Keenan Nasution dan Rudi Pekerti sebagai pencipta, justru mencatat VA Records sebagai salah satu penulis lagu.
“Sekarang semuanya berbasis sistem. Metadata ini menentukan siapa yang berhak atas royalti. Kalau nama label dimasukkan sebagai penulis lagu, bisa saja mereka ikut menarik royalti secara tidak sah,” kata Daryl kepada media.
Baca Juga: Kontroversi 'Nuansa Bening': Vidi Aldiano Takedown Lagu di Spotify, Begini Respons Keenan Nasution!
Kasus ini dinilai menjadi pengingat penting bagi para pelaku industri musik tentang perlunya pengawasan ketat terhadap data digital yang menyertai lagu, mulai dari pencipta, pemilik hak, hingga label resmi yang berhak mengunggah karya ke platform streaming.
Di tengah polemik tersebut, kuasa hukum Keenan Nasution, Tiffany, juga mengisyaratkan langkah hukum lanjutan. Ia menyebut pihaknya tengah menyiapkan gugatan perdata terpisah terkait mechanical rights atau hak reproduksi atas lagu “Nuansa Bening.”
“Terkait mechanical rights, kami akan ada lanjutannya lagi dalam waktu dekat,” ucap Tiffany, tanpa merinci lebih jauh isi gugatan yang akan dilayangkan.
Saat ini, gugatan pertama telah diajukan Keenan Nasution terhadap Vidi Aldiano ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, teregister dengan nomor perkara 51/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Jkt.Pst. Dalam gugatan itu, Keenan menuduh Vidi telah membawakan lagu tersebut secara komersial tanpa izin lebih dari 300 kali dalam periode 2008–2024. Nilai gugatan yang diajukan mencapai Rp 24,5 miliar.
Persoalan ini turut menjadi cerminan tantangan baru yang dihadapi musisi era digital, bahwa perlindungan hak cipta tak cukup hanya secara hukum, tetapi juga memerlukan sistem distribusi data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. ***